JAKARTA - Pemilukada DKI Jakarta menyisakan dua pasang kandidat untuk melaju di putaran kedua yaitu Foke-Nara dan Jokowi-Ahok. Setelah sebelumnya sebanyak enam pasang kandidat turut meramaikan pesta demokrasi yang diselenggarakan lima tahun sekali ini.
Semakin
berkurangnya jumlah kandidat, bukan berarti persoalan dalam Pemilukada
itu berkurang. Menjelang hari pencoblosan yang diagendakan pada 20
September mendatang, banyak pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh
masing-masing pasangan calon.
Koordinator Tim Advokasi Jakarta
Baru Habiburokhman mengatakan Pemilukada DKI di putaran kedua ini mirip
dengan pertandingan sepak bola El Clasicco di Liga Spanyol yang
mempertemukan dua tim terbaik yang saling bersaing yaitu Barcelona dan
Real Madrid. "Jokowi-Ahok dan Foke-Nara ini mirip dengan pertandingan
sepak bola El Clasicco di Liga Spanyol," ujar Habiburokhman dalam
keterangan tertulis yang diterima Okezone, Minggu (9/9/2012).
Oleh
karenanya, sambung Habib, bila sedikit saja Panwaslu kurang cermat atau
kurang cepat dalam melaksanakan tugasnya sebagai tim pengawas maka hal
tersebut akan terlihat dan terasa tidak adil bagi masing-masing
kontestan. "Panwaslu harus berimbang sikapi laporan para pihak. Sebagai
wasit dalam Pemilukada putaran kedua ini, Panwaslu harus meningkatkan
kinerjanya secara signifikan," tuturnya.
Selain harus bersikap
adil, menurutnya Panwaslu juga harus bersikap cermat dan cepat dalam
merespon dinamika yang terjadi di lapangan. Salah satu bentuk adil dalam
konteks Pemilukada ini yaitu Panwaslu harus memperlakukan laporan kedua
pasang calon dengan standart yang sama.
Habib yang juga bagian
dari tim sukses Jokowi-Ahok ini mempertanyakan laporan kubu Foke-Nara
terkait penayangan iklan Prabowo Subianto yang begitu cepat direspon
dengan memanggil para pihak terkait dan bahkan menyetop tayangan iklan
tersebut sebelum adanya keputusan dari Panwaslu.
"Sementara di
sisi lain laporan kami mengenai spanduk Foke-Nara yang mencantumkan logo
pemerintah DKI tetap dibiarkan dan hingga kini para pihak yang terlibat
belum dipanggil," kata Habib.
Lebih lanjut, Habib mengatakan
jika dilihat posisi kasusnya, kedua laporan tersebut sangat mirip karena
kapasistas Prabowo dalam iklan tersebut adalah sebagai ketua APPSI,
sementara posisi Nachrowi Ramli dalam spanduk tersebut disebutkan
sebagai Ketua Bamus Betawi.
"Bahkan laporan kami sebenarnya lebih
kuat karena selain ada dugaan kampanye di luar jadwal juga ada dugaan
penggunaan anggaran negara untuk kampanye mereka. Karena itu seharusnya
Panwaslu berlaku adil dengan mencopot spanduk-spanduk tersebut,"
katanya.
Selain itu, Habib juga mengkritik sikap Panwaslu
bersikap pasif dengan menunggu laporan resmi. Seharusnyan Panwaslu
bertindak responsive terhadap informasi yang ada di masyarakat.
"Kasus
warga yang disumpah untuk memilih Foke agar mendapatkan Jamkesda yang
diberitakan media massa seharusnya segera diusut karena merupakan
pelanggaran undang-undang yang sangat serius," paparnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar